Biografi
Abdurrahman Wahid (Gus Dur)"Presiden Yang Dijatuhkan Parlemen"
K.H Abdurrahman Wahid atau Gur Dur lahir pada 04 Agustus 1940 di Denanyar,
Jombang. Ia adalah cucu dari KH Hasyim Asyari yaitu seorang pendiri Nahdhatul
Ulama. Gus Dur menempuh pendidikan di Pesantren Tambak Beras Jombang pada tahun
1959 – 1963. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Departemen Studi Islam
dan Aran Tingkat Tinggi Universitas Al-Azhar Kairo pada tahun 1964 – 1966.
Tidak cukup di Universitas Al-Azhar Kairo saja, ia juga menempuh pendidikan di
Fakultas Sastra Universitas Baghdad pada tahun 1966 – 1970.
Karir Gus Dur
terbilang cukup lama, mulai dari menjadi pengajar di pesantren hingga Dekan
Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Asyari. Kemudian ia menjadi Ketua Balai
Seni Jakarta pada tahun 1983 – 1985. Sebagai pendiri Pesantren Ciganjur dari
tahun 1984 sampai sekarang. Kemudian sebagai Ketua Umum Nahdhatul Ulama pada
tahun 1984 – 1999, sebagai Ketua Forum Demokrasi pada tahun 1990, kemudian
Ketua Konferensi Agama dan Perdamaian Sedunia pada tahun 1994, Anggota MPR pada
tahun 1999, dan suatu kehormatan pernah menjadi Presiden Republik Indonesia
pada 20 Oktober 1999 – 24 Juli 2001. Semua kegiatan dan aktivitas Gus Dur
diapresiasi oleh banyak kalangan, termasuk yang terlihat dari Penghargaan
Magsasay dari Pemerintah Filipina atas kerja kerasnya mengembangkan hubungan
antar – agama di Indonesia pada tahun 1993 dan Penghargaan Dakwah Islam dari Pemerintah
Mesir pada tahun 1991.
Abdurrahman
Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur adalah seorang negarawan yang dianggap
controversial. Gus Dur sering menentang siapa saja yang ia anggap tidak sejalan
dengannya, termasuk para pendukungnya sendiri dalam menyatakan sesuatu
kebenaran. Ia merupakan tokoh Muslim yang berjiwa kebangsaan. Dengan posisinya
ini membuat dirinya sering menentang politik keagamaan sectarian. Dari sikap –
sikap ini lah yang sering kali menempatkannya pada posisi sulit dan
bertentangan dengan para pemimpin Islam di Indonesia lainnya.
Sejak dulu, K.H
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sering mengkritisi pemerintah, termasuk pada masa
Orde Baru. Sehingga pada saat itu menyebabkan Soeharto risih tak karuan. Puncak
terjadinya kerisihan itu pada Muktamar NU di Cipasung pada tahun 1994. Pihak
Pemerintah berusaha keras untuk menjegal Gus Dur namun tindakanya malah tidak
menghasilkan apa – apa. Gus Dur malah tetap terpilih untuk periode kedua. Tanpa
memandang bulu, Soeharto enggan menerima Gus Dur dan para pengurus – pengurus PBNU
lainnya.
Abdurrahman
Wahid (Gus Dur),